MAKALAH FILSAFAT UMUM KELOMPOK 5 PAI 2 2018(INTERELASI ANTARA FILSAFAT AGAMA DAN ILMU PENGETAHUAN)

INTERELASI ANTARA FILSAFAT AGAMA DAN ILMU PENGETAHUAN

Disusun oleh : Kelompok 5

1.PUJI LESTARI (1810202049)

2.RICKY ANUGERAH ILAHI (1810202049)

3.TARISYA NURRAHMAH (1810202064)

DOSEN PENGAMPUH:

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH

TAHUN AJARAN 2018-2019

PALEMBANG

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Filsafat adalah suatu hal pandangan atau konsep yang adanya melekat erat secara kodrati pada diri manusia. Menurut etimologi filsafat berasal mula dari kata Yunani “philosophia” (dari kata philein yang artinya mencintai atau philia yang berarti cinta, dan Sophia yang berarti kearifan) yang kemudian menjadi kata “philosophy” (dalam bahasa Inggris).

Dari filsafatlah muncul dan berkembang ilmu dan pengetahuan yang tercangkup dalam dua bidang yaitu Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, dan Humaniora. Sehingga filsafat memiliki kaitan dengan ilmu karena kodrat yang ada dalam diri manusia salah satunya yaitu memiliki rasa keingintahuan. Keingintahuan itu dapat berkembang dan dapat memunculkan yang namanya ilmu dan pengetahuan. Selain keingintahuan yang ada dalam diri manusia, manusia memiliki unsur-unsur hakikat pribadi yaitu sebagai makhluk yang sadar akan keberadaan Tuhan atau bersifat rohaniyah, kebutuhan ini hanya dapat terpenuhi dengan beribadah, sehingga hal ini tidak lepas kaitannya dengan berkembangnya agama-agama di dunia.

B. Rumusan masalah

  1. Pengertian filsafat, agama dan ilmu ?

  2. Hubungan filsafat dengan agama ?

  3. Hubungan filsafat dengan ilmu ?

  4. Hubungan filsafat, agama dan ilmu ?

  5. Perbedaan filsafat, agama dan ilmu ?

  6. Persamaan filsafat, agama dan ilmu ?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian filsafat, agama dan ilmu.

  1. Pengertian filsafat

Kata filsafat berasal dari kata Yunani filosofia, yang berasal dari kata kerja filosofein yang berarti mencintai kebijaksanaan. Kata tersebut juga berasal dari kata Yunani philosophis yang berasal dari kata kerja philein yang berarti mencintai, atau philia yang berarti cinta, dan sophia yang berarti kearifan. Dari kata tersebut lahirlah kata Inggris Philosophy yang biasanya diterjemahkan sebagai “cinta kearifan”.

Kata tersebut di atas belum memperhatikan makna yang sebenarnya dari kata filsafat, sebab pengertian “mencintai” belum memperlihatkan keaktifan seorang filosof untuk memperoleh kearifan atau kebijaksanaan itu. Menurut pengertian yang lazim berlaku di Timur (Tiongkok atau di India), seseorang disebut filosof bila dia telah mendapatkan atau telah meraih kebijaksanaan. Sedangkan menurut pengertian yang lazim berlaku di Barat, kata “mencintai” tidak perlu meraih kebijaksanaan, karena itu yang disebut filosof atau “orang bijaksana” mempunyai pengertian yang berbeda dengan pengertian di Timur.

Filsafat dikatakan sebagai ilmu karena filsafat mengandung empat pertanyaan ilmiah yaitu: bagaimana, mengapa, kemana, dan apa. Pertanyaan bagaimana mengandung sifat yang dapat ditangkap atau tampak oleh indra, jawaban yang diperoleh bersifat deskriptif. Pertanyaan mengapa mengandung sebab (asal mula) suatu objek, jawaban yang diperoleh bersifat kuasalitas. Pertanyaan kemana menanyakan tentang apa yang terjadi di masa lampau, sekarang dan yang akan datang, pengetahuan yang diperoleh adalah pengetahuan yang timbul dari hal yang selalu berulang dan dapat dijadiakan sebagai pedoman, pengetahuan yang terkandung dalam adat istiadat dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat dan pengetahuan yang timbul dari pedoman yang dipakai sebagai suatu hal yang dijadiakan pegangan. Pertanyaan apakah menanyakan tentang hakekat atau inti mutlak dari suatu hal, jawaban yang diperoleh mengetahui hal-hal yang sifatnya sangat umum, universal dan abstrak. Pengertian filsafat dapat dipandang dari dua segi: Pertama, filsafat dilihat dari segi hasil pengetahuan. Kedua, filsafat dilihat dari segi aktivitas budi manusia. Dilihat dari segi pengetahuan, filsafat adalah jenis pengetahuan yang berusaha mencari hakikat dari segala sesuatu yang ada. Dilihat dari segi aktivitas budi manusia filsafat adalah metode atau cara yang radikal hendak mencari keterangan yang terdalam tentang segala sesuatu yang ada.

2. Pengertian agama.

Kata agama berasal dari Bahasa Sansekerta berasal dari kata a dan gama. A berarti “tidak” dan gama berarti “kacau”. Jadi kata agama diartikan tidak kacau, tidak semrawut hidup menjdi lurus dan benar.

Pengertian agama menunjukkan kepada jalan atau cara yang ditempuh untuk mencari keridhoan Allah.

Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.

Agama pada umumnya dipahami sebagai :

  1. Satu sistem credo ( tata keimanan atau tata keyakinan ) atas adanya sesuatu yang mutlak di luar manusia.

  2. Satu sistem siyus (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya mutlak itu.

  3. Satu sistem norma (tata kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan termaksud diatas.

3. Pengertian ilmu.

ilmu adalah pengetahuan yang pasti, sistematis, metodik, ilmiah dan mencangkup kebenaran umum mengenai objek studi. Menurut Endang Saifudin Anshari (1987:49-50) ilmu pengetahuan atau ilmu adalah usaha pemahaman manusia mengenai kegiatan, stuktur, pembagian, hukum tentang ihwal yang diselidiki melalui pengindraan dan dibuktian kebenarannya melalui riset. Ilmu memiliki dua objek yaitu objek materi dan objek formal.

Tidak semua pengetahun dapat dikatakan ilmu, sebab kalau semua pengetahuan dikatakan ilmu tentu banyak yang bisa dikatakan ilmu, karena pengetahuan itu sifatnya baru sebatas tahu, akan tetapi sebaliknya semua ilmu adalah pengetahuan, akan tetapi yang dikatakan.

Dikalangan masyarakat umum Indonesia, dipahami bahwa ilmu itu adalah pengetahuan tentang segala sesuatu yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang pengetahuan itu, dan yang lebih awam lagi mengartikan ilmu itu dengan pengetahuan dan kepandaian tentang sesuatu persoalan, baik itu persoalan sosial kemasyarakatan maupun persoalan ekonomi, persoalan agama dan lain-lain sebagainya, seperti soal pergaulan, soal pertukangan, soal duniawi, soal akhirat, soal lahir, soal batin, soal dagang, soal adat istiadat, soal pertanian, soal gali sumur dan lain-lain sebagainya.

B. Hubungan filsafat dengan agama

  1. Agama adalah unsur mutlak dan sumber kebudayaan, sedangkan filsafat adalah salah satu unsurkebudayaan.

  2. Agama adalah ciptaannya Tuhan, sedangkan filsafat hasil spekulasi manusia.

  3. Agam adalah sumber-sumber asumsi dari filsafat dan ilmu pengetahuan (science), dengan filsafat menguji asumsi-asumsi science.

  4. Agamamendahulukan kepercayaan daripada pemikiran, sedangkan filsafat mempercayakan sepenuhnya kekuatan daya pikiran.

  5. Agama mempercayai akan adanya kebenaran dan yang kenyataan dogma-dogma agama, sedangkan filsafat tidak mengakui dogma-dogma sebagai kenyataan tentang kebenaran.

Dengan demikian, terlihat jelas bahwa peran agama terhadap filsafat ialah meluruskan filsafat yang spekulatif kepada kebenaran mutlak yang ada pada agama. Sedangkan peran filsafat terhadap agama ialah membantu keyakinan manusia terhadap kebenaran mutlak itu dengan pemikiran yang kritis dan logis. Hal ini di dukung pernyataan yang menyatakan bahwa filsafat yang sejati haruslah berdasarkan agama, malahan filsafat yang sejati itu adalah terkandug dalam agama

Filsafat berbeda dengan agama, tetapi juga ada yang menganggap agama sebagai bagian dari filsafat. Filsafat didefinisikan sebagai kegiatan yang menggunakan pikiran mendalam, menyeluruh, rasional, dan logis. Agama tampak sebagai suatu pemikiran yang bukan hanya dangkal, melainkan juga suatu hal yang digunakan tanpa menggunakan pikiran sama sekali.

Dari titik ini agama tampak sebagai hal yang malah menetang filsafat. Pertentangan ini tampak dalam berbagai ekspresi yang paling tampak barangkali adalah pertentangan antara orang yang berpegang teguh pada pikiran spekulatif serta tidak rasional agama dan para filsuf yang muncul di tengah-tengah meluasnya pemikiran agama. Agama dan filsafat sebenarnya memiliki kesamaan yaitu bahwa keduanya mengejar suatu hal yang dalam bahasa inggris disebut ultimate yaitu hal-hal yang sangat penting mengenai masalah kehidupan, dan bukan suatu hal yang remeh. Orang yang memegang filsafat dan agama tentunya sama-sama menjunjung tinggi apa yang dianggapnya penting dalam kehidupan.

Menurut David Trueblood dalam bukunya phylosophy of Religion, perbedaan antara agama dan filsafat tidak terletak pada bidang keduanya. Tetapi dari caranya kita menyelidiki bidang itu sendiri. Filsafat berarti berpikir, sedangkan agama berarti mengabdikan diri. Orang yang belajar filsafat tidak saja mengetahui soal filsafat, tetapi lebih penting adalah bahwa ia dapat berpikir. Begitu juga dengan orang yang mempelajari agama, tidak hanya puas dengan pengetahuan agama, tetapi butuh untuk membiasakan dirinya dengan hidup secara agama.

William Temple mengatakan”Filsafat itu menuntut pengetahuan untuk memahami, sedangkan agama adalah menuntut pengetahuan tentang Tuhan, akan tetapi hubungan manusia dengan Tuhan.

Filsafat dan agama sebagai jawaban akan pertanyaan terhadap dunia kehidupan menyatu dalam sebuah sistem pemikiran yang sering kita kenal sebagai mitos. Mitos itu telah dipatahkan ketika syrat-syaratnya sudah muncul dalam masyarakat, yaitu penemuan-penemuan baru di bidang pengetahuan dan teknologi yang mampu menjelaskan ala, bahkan mengubah alam untuk kepentingan manusia.

Agama dilahirkan oleh filsafat, agama-agama bersahaja dilahirkan oleh filsafat masyarakat bersahaja itu tentang dunia gaib, alam, manusia, hidup, dan mati, ketakutan dan harapan manusia dan akhirat.

C. Hubungan filsafat dengan ilmu.

Dalam hal ini filsafat dan ilmu pengetahuan itu tidak berbeda satu sama lain. Tidak ada satu pun ilmu pengetahuan yang universal , sebaliknya setiap ilmu pengetahuan fragmentaris. Artinya setiap ilmu pengetahuan hanya mempelajari suatu fragmen, suatu bagian tertentu dari seluruh kenyataan. Dan bagian tertentu itu adalah bidang penelitian nya. Ilmu pengetahuan itu diberikan objeknya. Oleh karena itu, maka setiap ilmuan adalah seorang spesialis yang selalu berusaha untuk mencapai spesialisasi lebih lanjut.

Jika seorang hendak menganggap seorang filsuf itu sebagai spesialis pasti dia bukan spesialis dalam arti itu. Sebab filsafat tidak fragmentaris dan seorang filsuf tidak menempatkan “pisau kedalam keseluruhan kenyataan” dia memisahkan sebagian dari padanya untuk selanjutnya membuatnya bidang penyelidikinya. Filsuf dan filsafat tidak membatasi diri sebagaimana diperbuat dan harus diperbuat oleh ilmuan pada suatu bidang yang terbatas, melainkan mereka ingin menyelidiki dan memikirkan segala sesuatu yang ada.

Dalam sejarah filsafat Yunani, filsafat mencakup seluruh bidang ilmu pengetahuan. Lambat laun banyak ilmu-ilmu khusus yang melepaskan diri dari filsafat. Meskipun demikian, filsafat dan ilmu pengetahuan masih memiliki hubungan dekat. Sebab baik filsafat maupun ilmu pengetahuan sama-sama pengetahuan yang metodis, sistematis, koheren dan mempunyai obyek material dan formal.Yang membedakan diantara keduanya adalah: filsafat mempelajari seluruh realitas, sedangkan ilmu pengetahuan hanya mempelajari satu realitas atau bidang tertentu.

Filsafat adalah induk semua ilmu pengetahuan. Dia memberi sumbangan dan peran sebagai induk yang melahirkan dan membantu mengembangkan ilmu pengetahuan hingga ilmu pengetahuan itu itu dapat hidup dan berkembang. Filsafat membantu ilmu pengetahuan untuk bersikap rasional dalam mempertanggungjawabkan ilmunya. Pertanggungjawaban secara rasional di sini berarti bahwa setiap langkah langkah harus terbuka terhadap segala pertanyaan dan sangkalan dan harus dipertahankan secara argumentatif, yaitu dengan argumen-argumen yang obyektif .

Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan di kemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah. Dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat, ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut. Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono , filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri.

Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas konsisten dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan.

Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan, sejak adanya semboyannya “Knowledge Is Power”, kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi yang timbul adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis.

Untuk mengatasi antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya, dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini senada bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat

Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. ilmu kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan filsafati sekarang sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak salah.

D. Hubungan filsafat, agama dan ilmu.

ilmu maupun filsafat atau agama, bertujuan sekurang-kurangnya berurusan dengan hal yang sama yaitu kebenaran. Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari kebenaran tentang alam dan manusia. Filsafat dengan wataknya sendiri pula menghampiri kebenaran, baik tentang alam, manusia dan Tuhan. Demikian pula agama, dengan karakteristiknya pula memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia tentang alam, manusia dan Tuhan. Masih menurutnya, baik ilmu maupun filsafat, keduanya hasil dari sumber yang sama, yaitu ra’yu manusia.

Sebenarnya hakikat manusia itu adalah mahkluk pencari kebenaran, karena ia dibekalikan oleh Allah Swt dengan akal pikiran, akan tetapi akal pikiran yang suci yang tidak terkontaminasi dengan yang lain, yang dibimbing oleh nilai-nilai agama, karena dengan akal pikiran yang dibimbing oleh nilai-nilai agama itulah yang bisa mencapai kebenaran.

Paling tidak ada tiga sarana atau jalan untuk mencari, menghampiri dan menemukan kebenaran itu, yaitu: melalui filsafat, melalui ilmu pengetahuan dan melalui agama, yaitu melalui wahyu dari Sang Pencipta Kebenaran yang Mutlak dan Abadi. Ketiga sarana atau jalan itu masing-masing mempunyai ciri-ciri tersendiri di dalam mencari, menghampiri dan menemukan kebenaran itu. Ketiga sarana tersebut juga mempunyai titik persamaan, titik perbedaan dan titik singgung hubungan antara yang satu dengan yang lainnya

Filsafat dan ilmu memiliki sumber yang sama, yaitu akal atau rasio. Karena akal manusia terbatas, yang tak mampu menjelajah wilayah yang metafisik, maka kebenaran filsafat dan ilmu dianggap relatif. Sementara agama bersumber dari wahyu, yang kebenarannya dianggap absolut, mutlak·. Dari aspek objek, filsafat memiliki objek kajian yang lebih luas dari ilmu. Jika ilmu hanya menjangkau wilayah fisik alam dan manusia, maka filsafat menjangkau wilayah bail fisik maupun yang metafisik Tuhan, alam dan manusia. Tetapi jangkauan wilayah metafisik filsafat (sesuai wataknya yang rasional-spikulatif) membuatnya tidak bisa disebut absolut kebenarannya. Sementara agama adalah wahyu dengan ajaran-ajarannya yang terkandung dalam kitab suci Tuhan, diyakini sebagai memiliki kebenaran mutlak. Agama dimulai dari percaya iman, sementara filsafat dan ilmu dimulai dari keraguan.

Ilmu, filsafat dan agama memiliki keterkaitan dan saling menunjang bagi manusia. Keterkaitan itu terletak pada tiga potensi utama yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia, yaitu akal, budi dan rasa serta keyakinan. Melalui ketiga potensi tersebut manusia akan memperoleh kebahagiaan yang sebenarnya.

Manusia perlu menggunakan pendekatan secara utuh dan komperehensif. Ada dua pendekatan dalam studi agama secara komperehensif tersebut, yaitu pendekatan rasional-spikulatif. Pendekatan ini adalah pendekata filsafat, misalnya pendekatan studi agama terhadap teks-teks yang terkait dengan masalah eskatologis-metafisik, epistemologi, etika dan estetika kedua, pendekatan rasional-empirik. Pendekatan ini adalah pendekatan studi agama terhadap teks-teks yang terkait dengan sunnatullah, teks-teks hukum yang bersifat perintah dan larangan dan sejarah masa lampau umat manusia.

Agama memerintahkan manusia untuk mempelajari alam, menggali hukum-hukumnya agar manusia hidup secara alamiah sesuai dengan tujuan dan asas moral yang diridhai Tuhan. Ilmu sebagai alat harus diarahkan oleh agama, supaya memperoleh kebaikan dan kebahagiaan, sebaliknya ilmu tanpa agama, maka akan membawa menjelaskan, bencana dan kesengsaraan.

Filsafat membantu agama dalam empat hal : pertama, filsafat dapat menginterpretasikan teks-teks sucinya secara objektif. kedua, filsafat membantu memberikan metode-metode pemikiran bagi teologi. ketiga, filsafat membantu agama dalam menghadapi problema dan tantangan zaman, misalnya soal hubungan IPTEK dengan agama. keempat, filsafat membantu agama dalam menghadapi tantangan ideologi-ideologi baru.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Pada prinsipnya antara ilmu, filsafat, dan agama memiliki kaitan yang erat dan saling terkait satu sama lain. Dimana dalam diri manusia terdapat daya yang menggerakkan ilmu, filsafat, dan agama yang melalui akal pikiran, rasa, dan keyakinan. Hubungan ketiganya juga memiliki persamaan dan perbedaan. Sehingga menjadi lengkaplah sudah kebutuham manusia untuk memahami keberadaan alam, manusia, dan Tuhan.

Tinggalkan komentar